Dikta (?)
Baru-baru ini aku iseng membuka folder tulisan lama di laptop, dan rasanya... aduh, menggelikan! Kayak lagi baca tulisan orang lain yang nggak aku kenal, tapi kok ya itu tulisanku sendiri. Ada satu tulisan yang sukses bikin aku geli maksimal sambil geleng-geleng kepala. Ternyata, aku pernah selebay itu ya. Hehe.
Ceritanya, dulu itu aku fans berat Pradikta Wicaksono. Panggil saja Mas Dikta. Saking ngefans-nya, di tahun 2015 aku sampai ikut lomba menulis surat untuk beliau yang diadain sama TYN (Teman Yovie Nuno).
Biar kamu bisa ikut merasakan tingkat ke-alay-an-ku waktu itu, nih aku kasih cuplikan suratnya:
Dalam hal tertentu, aku memang sedikit berlebihan. Begitulah teman-temanku memandangku ketika melihat sosok seorang Pradikta Wicaksono. Setelah melihat Kak @dikta, tipe lelaki impian jadi berubah seperti dia. Suara kakak sudah menemani sebagian perasaan yang ada di dalam hatiku.
Harapanku di usia kak Dikta yang ke-30 ini, kak Dikta selalu diberikan kesehatan oleh Allah, rejeki lancar dan berkah, semoga tambah baik lagi kedepannya.
Mbacanya lagi sekarang bikin senyum-senyum sendiri. Fase itu memang indah untuk dikenang, tapi sepertinya sudah waktunya aku menulis surat (terbuka) yang baru.
Hai kak Pradikta Wicaksono (Dikta),
Kalau surat ini sampai ke kamu, anggap saja ini pesan dari salah satu mantan fans-mu yang sudah berdamai dengan keadaan.
Aku minta maaf kalau aku tidak se-excited dulu ketika mendengar namamu disebut di radio atau TV.
Aku minta maaf aku sudah tidak lagi ngebet download atau beli album barumu di hari pertama rilis.
Aku minta maaf kalau update-an media sosialmu bukan lagi prioritasku untuk di-stalking setiap pagi.
Maaf juga, aku sudah tidak hafal lagu-lagu barumu, bahkan mungkin sudah nggak menyimpannya lagi di handphoneku.
Fase itu sudah lewat. Tapi bukan berarti aku melupakan semuanya. Justru sebaliknya.
Terima kasih ya, sudah menjadi sosok "halu" yang sempurna di masa SMP sampai kuliahku dulu.
Terima kasih sudah mengisi hari-hari galauku dengan suaramu yang merdu itu.
Terima kasih sudah sempat menjadi bagian penting dari soundtrack hidupku, meski kamu sama sekali tidak merasa.
Dengan surat ini, aku izin undur diri dari barisan fans sejatimu. Biarlah orang bilang aku ini fans karbitan atau fans musiman. Nggak apa-apa.
Nyatanya, sekarang ada candu baru yang menemani hari-hariku: melihat tingkah laku anak-anakku setiap hari. Mendengar celotehan mereka jauh lebih bikin nagih daripada playlist lagu mana pun.
Tapi tenang aja, Kak. Regenerasi fans-mu berjalan dengan sangat baik, kok. Keponakanku yang lahir pas aku masih SMA—di puncak lebay-lebaynya naksir kamu—sekarang malah jadi fans beratmu. Dunia memang sekocak itu, ya.
Sehat dan bahagia selalu, kak dikta!
Komentar
Posting Komentar