Autis dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, tidak ada istilah tunggal yang secara spesifik merujuk pada "autisme" seperti yang kita pahami dalam terminologi medis modern. Namun, konsep yang paling mendekati atau relevan untuk kondisi yang melibatkan keterbatasan dalam pemahaman dan fungsi kognitif adalah al-ma'tuh.

Penjelasan Al-Ma'tuh

Al-ma'tuh (المعتوه) secara harfiah berarti orang yang mengalami gangguan akal atau kecerdasan, tetapi tidak sampai pada tingkat gila (junun). Kondisi ini digambarkan sebagai seseorang yang kemampuan pemahamannya sedikit, proses pembicaraannya kacau, dan sulit menilai realitas (tadbir) karena gangguan akalnya, baik sejak lahir maupun karena penyakit.

Para ulama fikih banyak membahas kategori al-ma'tuh dalam konteks kewajiban syariat (taklif). Konsensus (ijma') di antara ulama adalah bahwa orang yang dikategorikan al-ma'tuh tidak dikenai kewajiban ibadah badaniyah seperti salat dan puasa, serta tidak dikenakan hukuman hudud (hukuman yang telah ditetapkan syariat) karena "pena" (kewajiban) diangkat dari mereka. Ini sejalan dengan hadis Nabi Muhammad ﷺ yang menyatakan bahwa pena diangkat dari tiga golongan, salah satunya adalah orang gila hingga ia sembuh, dan anak kecil hingga ia baligh. Al-ma'tuh dalam hal ini sering disamakan dengan anak kecil yang belum tamyiz (belum bisa membedakan baik dan buruk) atau orang gila dalam konteks tidak diberlakukannya taklif.

Kaitan dengan Autisme

Autisme adalah spektrum kondisi yang memengaruhi interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. Tingkat keparahan gejalanya sangat bervariasi.

  • Jika autisme yang dialami seseorang menyebabkan hilangnya atau sangat berkurangnya kemampuan akal untuk membedakan antara yang benar dan salah, serta memahami kewajiban syariat, maka individu tersebut dapat dikategorikan sebagai al-ma'tuh dalam konteks hukum fikih, sehingga tidak terikat oleh hukum taklif (kewajiban syariat).

  • Namun, jika individu dengan autisme masih memiliki kemampuan akal yang berfungsi dan memahami kewajiban agama, meskipun mungkin dengan cara yang berbeda atau memerlukan bimbingan khusus, maka kewajiban agama tetap berlaku baginya. Islam menekankan bahwa kewajiban syariat bergantung pada kemampuan akal (mukallaf).

Pandangan Islam tentang Individu dengan Autisme dan Disabilitas Mental

Islam memandang individu dengan autisme atau disabilitas mental lainnya dengan kasih sayang, penghargaan, dan kesetaraan. Mereka adalah ciptaan Allah SWT dan memiliki hak-hak yang sama dengan individu lainnya. Beberapa poin penting dalam pandangan Islam adalah:

  1. Ujian dari Allah: Keberadaan anak-anak dengan autisme atau disabilitas seringkali dipandang sebagai ujian dan amanah dari Allah SWT bagi orang tua mereka, yang di dalamnya terdapat pahala besar bagi kesabaran dan keikhlasan.

  2. Tidak Ada Produk Gagal: Dalam Islam, tidak ada ciptaan Allah yang "gagal". Mereka memiliki keistimewaan dan hikmah tersendiri.

  3. Pengangkatan Pena (Taklif): Seperti dijelaskan di atas, individu yang tidak memiliki kemampuan akal yang memadai tidak dibebani dengan kewajiban syariat (taklif), seperti salat, puasa, atau haji. Ini adalah bentuk kemudahan dan rahmat dari Allah SWT.

  4. Pentingnya Bimbingan dan Pendidikan: Meskipun demikian, orang tua dan masyarakat tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan, bimbingan, dan kasih sayang terbaik kepada mereka, termasuk dalam hal pengenalan agama sesuai dengan kemampuan mereka.

  5. Pahala dan Keistimewaan di Akhirat: Ada pandangan bahwa individu dengan disabilitas mental, jika meninggal dalam kondisi tersebut, akan memiliki hisab yang berbeda atau bahkan tidak dihisab atas amal perbuatan duniawi mereka, dan mereka dijanjikan surga.

Jadi, meskipun tidak ada istilah spesifik "autisme" dalam teks-teks klasik Islam, konsep al-ma'tuh adalah kategori fikih yang paling relevan untuk membahas kondisi individu yang memiliki keterbatasan kognitif, yang pada kasus autisme berat mungkin termasuk di dalamnya. Islam senantiasa menjunjung tinggi martabat manusia dan memberikan kemudahan bagi mereka yang memiliki keterbatasan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kok Kamu Enggak Bisa Normal???

Memahami Diet Rotasi Eliminasi: Langkah Awal Praktis untuk Nutrisi Anak Autis

Selamat Datang Kembali