Karena Allah?

 

"Karena Allah ya, Bu?" Jawaban Si Kecil yang Menampar Sekaligus Menyadarkan

Menjadi orang tua itu seperti masuk ke sekolah kehidupan yang kurikulumnya selalu penuh kejutan. Gurunya? Anak kita sendiri. Kadang, mereka melempar pertanyaan-pertanyaan polos yang jawabannya ternyata jauh lebih dalam dari yang kita kira.

Seperti yang terjadi padaku beberapa hari lalu. Di tengah waktu santai, Fizhan tiba-tiba menatapku dengan mata bulatnya dan bertanya:

"Ibu, kenapa sayang sama Fizhan?"

Seketika otakku berhenti bekerja. Ngapain sih ini anak nanya ginian? batinku. Bukankah sudah jelas aku mencintainya tanpa syarat, tanpa alasan, pokoknya default setting seorang ibu? Hehe.

Aku cuma bisa meringis sambil memutar otak, mencari jawaban yang pas untuk anak sekecil dia. Namun, belum sempat satu kata pun keluar dari mulutku, dia sudah menjawab pertanyaannya sendiri.

"Karena Allah ya, Bu?"

JLEB.

Aku terdiam. Entah dari mana anak ini mendapatkan jawaban sedalam itu. Mungkin dari sekolahnya, dari obrolan dengan ayahnya, atau mungkin dari percakapannya dengan eyangnya. Yang jelas, jawaban itu langsung membuatku berpikir.

Iya juga, ya.

Selama ini, yang ada di kepalaku hanyalah lagu "Kasih Ibu kepada Beta": tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi, tak harap kembali. Tapi kalau mau jujur, benarkah begitu?

Kenyataannya, kasih sayang seorang ibu itu ada batasnya. Ada ibu yang kalau marah bisa sampai memukul anaknya. Ada ibu yang langsung ngomel-ngomel saat anaknya aktif manjat-manjat. Kasih sayang kita seringkali bersyarat. Kita bisa sayang banget waktu anak lagi lucu-lucunya, nurut, dan wangi. Tapi begitu anak masuk mode ngereog, seringkali ibunya ikut berubah jadi reog juga. Hehe.

Logika sederhana Fizhan menamparku dengan lembut. Yang menitipkan rasa sayang yang luar biasa besar di dalam hatiku ini, yang membuatku rela begadang, lelah, dan berjuang, tentu saja Allah. Rasa cinta ini adalah titipan-Nya.

Kesadaran itu membuatku langsung memeluknya dan berkata.

"Iya, Nak, bener banget. Makanya ibu ajarin Fizhan ngaji sama sholat. Itu cara ibu bilang makasih ke Allah, soalnya Allah udah baik banget bikin ibu sayang sama Fizhan dan nitipin Fizhan yang pinter ini ke Ibu. Besok kalau belajar ngaji dan sholat lagi sama Miss, yang sungguh-sungguh ya, sebagai tanda terima kasih kita."

Anak itu hanya tertawa lebar sambil menjawab, "Iyaaa!"

Entah dia benar-benar paham dengan penjelasan teologis ibunya yang mendadak ini, atau dia hanya senang karena pertanyaannya terjawab.

Tapi yang pasti, hari itu aku kembali belajar. Bahwa di balik rutinitas kita sebagai orang tua, seringkali ada jawaban-jawaban fundamental yang kita lupakan. Dan terkadang, perlu pertanyaan polos dari mulut mungil seorang anak untuk mengingatkan kita kembali tentang siapa sumber dari segala rasa cinta yang kita punya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kok Kamu Enggak Bisa Normal???

Memahami Diet Rotasi Eliminasi: Langkah Awal Praktis untuk Nutrisi Anak Autis

Selamat Datang Kembali